Selasa, 23 Januari 2018

View Article
A.    Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan
Letak Nusantara sangat strategis, yaitu di persilangan lalu lintas dan perdagangan internasional. Sejarawan Sartono Kartodirdjo menyatakan bahwa sejak zaman kuno wilayah Nusantara menjadi tempat persilangan lalu lintas laut dan perdagangan internasional yang ramai.
Jalur perdagangan laut menghubungkan India dan Cina melalui Kepulauan Nusantara dikenal sebagai jalur sutra laut. Jalur sutra laut merupakan kelanjutan jalur sutra darat yang digunakan para pedagang sejak abad I hingga XVI Masehi. Dinamakan jalur sutra karena komoditas utama yang dibawa para pedagang melalui jalur ini adalah kain sutra.
Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting seperti Samudera Pasai, Malaka dan Kota Cina (sekarang Sumatera Utara).
Salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan masyarakat dalam membuat kapal adalah prasasti Bebetin yang berangka tahun 818 Saka (896 Masehi). Dalam prasasti ini disebutkan istilah Undhagi lancang. Undhagi lancang sebagai profesi atau pembuat sampan atau perahu. Profesi Undhagi lancang juga disebutkan dalam prasasti Sading A peninggalan Kerajaan Kediri. Prasasti Sading A yang berangka tahun 1001 Masehi menyebutkan adanya profesi palancang. Palancang memiliki arti pajak yang berkaitan dengan perahu atau sampan.
Prasasti Kedukan Bukit menyebutkan Raja Dapunta Hyang menggunakan dua ratus kapal untuk mengangkut prajurit menuju Minangatamwan. Alat transportasi yang digunakan Kerajaan Sriwijaya adalah kapal. Kesimpulan tersebut diperkuat dengan pendapat Pierre Yves Manguin yang menyatakan Kerajaan Sriwijaya menggunakan kapal-kapal besar saat berlayar di Samudera Hindia dan Laut Cina. Kerajaan Srwijaya menggunakan kapal dagang berukuran besar yang memiliki bobot 250 – 1.000 ton dan panjang 60 meter.
Bukti kemajuan teknologi perkapalan di Indonesia juga ditunjukan oleh relief kapal pada dinding candi borobudur. Pada masa Hindu-Budha masyarakat Indonesia telah mengenal tiga jenis kapal, yaitu perahu lesung, perahu bercadik, dan perahu tidak bercadik.
Kapal berukuran besar dari Indonesia yang dikenal oleh para pedagang Cina adalah Jung. Jung menguasai perairan Indonesia pada abad XIII – XIV  Masehi. Kapal Jung dibuat di sepanjang pantai utara Jawa dan pantai Kalimantan bagian selatan. Jung dibuat dengan menggunakan kayu jati atau kayu besi. Jung digunakan untuk mengangkut barang dagangan seberat 350 – 500 ton beserta ratusan penumpang. Jung merupakan bukti kemampuan bangsa Indonesia di bidang pelayaran dan teknologi perkapalan.
Sistem angin di wilayah Nusantara memungkinkan pengembangan jalur pelayaran dari barat ke timur dan sebaliknya secara teratur dengan pola tetap. Kota-kota pelabuhan serta pusat kerajaan maritim seperti Sriwijaya dan Majapahit.
Jenis – jenis angin yang dimanfaatkan untuk kegiatan pelayaran sebagai berikut :
1)      Angin Darat dan Angin Laut
Angin darat adalah angin yang berhembus dari arah darat ke laut pada malam hari. Angin ini dimanfaatkan oleh pedagang untuk bepergian dari darat menuju lautan. Para pedagang berlayar menggunakan perahu pada malam hari. Sementera itu, angin laut adalah angin yang berembus dari laut ke darat pada siang hari. Angin ini dimanfaatkan para pedagang untuk kembali ke darat pada siang hari.
2)      Angin Monsun
Angin ini dibedakan menjadi dua, yaitu angin monsun barat dan angin monsun timur. Angin monsun barat berembus dari Benua Asia ke Benua Australia. Angin ini bertiup pada bulan Oktober – April. Angin monsun barat dimanfaatkan para pedagang India untuk berangkat menuju Indonesia. Angin monsun timur bertiup dari Benua Australia ke Benua Asia. Angin ini berembus pada bulan April – Oktober. Angin ini dimanfaatkan pedagang India untuk kembali ke daerah asalnya.
Perahu sampan yang merupakan bentuk awal kapal modern hanya dipakai sebagai alat transportasi sungai. Perahu kayu ini digerakkan menggunakan dayung yang terbuat dari kayu.
Pada mulanya penunjuk arah dalam pelayaran kuno menggunakan pengetahuan rasi bintang. Selanjutnya, manusia berhasil menciptakan alat yang sekarang dikenal dengan nama kompas. Kompas merupakan alat navigasi untuk menentukan arah berupa sebuah panah penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dengan medan magnet bumi secara akurat.
Beberapa kitab India yang ditulis sekira abad IV sebelum Masehi – II Masehi telah menyebutkan beberapa wilayah di Nusantara. Kitab-kitab tersebut misalnya kitab Artha Sastra, Jataka, Nidesa, dan Ramayana. Kitab – kitab tersebut menyebutkan nama-nama daerah di Nusantara seperti Suvarnabhumi, Suvarnarpyakadvipa, Java, dan Javadvipa.
Seorang astronom Yunani bernama Claudius Ptolomeaus juga menyebutkan bukti adanya jaringan perdagangan di wilayah Nusantara. Bukti – bukti tersebut ditulis dalam buku Guide to Geography. Dalam naskah tersebut juga terdapat peta yang menggambarkan beberaat daerah di Indonesia antara lain Barusae (Barus), Sindae (Sunda), Sabadibae (Sumatera) dan Labadium (Jawa).
Sumber lain dari Yunani yang menjelaskan perdagangan kuno di Samudra Hindia adalah buku Sailor’s Guide to the Erythraean Sea. Istilah Erythraean Sea merujuk pada nama Yunani Kuno untuk Samudra Hindia. Buku yang ditulis pada abad I Masehi ini sangat penting untuk menggali aktifitas pelayaran kuno karena menyebut 27 pelabuhan yang telah melakukan perdagangan internasional.
Disebutkan dalam kitab Mahaniddesa dapat diketahui pada abad II Masehi bangsa India telah mengenal beberapa tempat penting di wilayah Nusantara. Disimpulkan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dan bangsa asing telah terjadi pada abad I-II Masehi.
Aktivitas perdagangan pada masa Hindu Buddha terbagi menjadi dua, yaitu perdagangan maritim dan agraris. Perdagangan Maritim dilakukan oleh kerajaan di pesisir seperti Kerajaan Sriwijaya. Adapaun perdagangan agraris dilakukan kerajaan di pedalaman seperti Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Kuno, Kediri, Singasari, dan Majapahit. Sungai Mahakam, Candrabaga, Bengawan Solo, dan Brantas merupakan sungai – sungai utama di wilayah Kepulauan Indonesia yang berperan penting dalam kegiatan perdagangan agraris.
a.      Hubungan Dagang India dengan Indonesia
Para pedagang India merupakan golongan pedagang yang datang ke wilayah Nusantara. Prasasti Kaladi di Jawa Timur yang berangka tahun 909 Masehi menyebutkan para pedagang asing yang datang ke wilayah Nusantara adalah orang  - orang Kling (Kalingga – India), Arya (Arya), Singhala (Sri Lanka), Campa (Kamboja), dan Kismira (Khasmir)
Menurut Jacob Cornelis van Leur, barang-barang yang diperdagangkan bernilai ekonomi tinggi. Barang-barang tersebut antara lain logam mulia, perhiasan, kain tenun, barang pecah belah, kerajinan, ramuan wangi-wangian, kapur barus, dan ramuan obat.
Hubungan para pedagang India dan pedagang dari Nusantara terjadi karena minat pedagang India pada kayu cendana. Selain kayu cendana, banyak pedagang India yang mencari kayu gaharu. Kedua jenis kayu tersebut menjadi barang ekspor utama dari pedagang Indonesia. Kedua jenis kayu tersebut digunakan sebagai wangi-wangian, obat, kosmetik, dan bahan pengawet.
Rempah-rempah menjadi komoditas dagang utama para pedagang Indonesia. Cengkih merupakan komoditas dagang dari Kepulauan Indonesia Timur. Kita Raghuwasma karya Kalidasa disebutkan bahwa pada tahun 400 Masehi masyarakat India telah mengenal Lavangga (Cengkih) yang berasal dari Dwipantara. Dwipantara adalah Kepulauan Indonesia. Selain cengkih, para pedagang India mencari lada. Komoditas bernilai tinggi lainnya yang juga dicari banyak pedagang asing adalah emas. Kebutuhan emas semakin mendesak setelah India kehilangan sumber emas yang berasal dari Romawi. Kaisar Vespasianus melarang keluarnya emas dari Romawi karena akan membahayakan perekonomian negara. Keadaan ini mendorong pedagang India mencari sumber emas di wilayah lain seperti Kepulauan Indonesia di Asia Tenggara. Fakta ini dibuktikan dengan penamaan wilayah Swarnadwipa/ Swarnabhumi (Sumatera) yang berarti Pulau Emas.
b.      Hubungan Dagang Cina dengan Indonesia
Kedatangan pedagang Cina ke wilayah Indonesia tidak dapat dilepaskan dari situasi politik di negeri Cina. Hubungan Cina dengan dunia luar baru dimulai sekira abad II Masehi. Dinasti Han berhasil meluaskan wilayah kekuasaan hingga ke luar Cina. Perluasan wilayah tersebut mencapai wilayah Asia Barat, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Abad IV Masehi Cina berhasil menguasai Tonkin. Sejak saat itulah pengaruh Cina semakin berkembang ke wilayah Asia Tenggara seperti Funan dan Semenanjung Malaya.
Sumber yang sangat penting untuk menjelaskan aktifitas para pedagang Cina adalah catatan Fa-Hsien. Ahli sejarah O.W Wolters menyatakan kegiatan pelayaran antara Cina dan masyarakat Indonesia terjadi sekira abad III-V Masehi. Wolters mendasarkan pendapatnya pada catatan Fa-Hsien yang pada tahun 413 menempuh perjalanan dari Yeh-Po untuk kembali ke Cina. Yeh-Po diartikan sebagai Pulau Jawa. Abad III-V Masehi sudah ada pelayaran langsung antara Cina dan Indonesia.
Komoditas yang dicari pedagang Cina tidak jauh berbeda dengan yang dibawa pedagang India. Komoditas Indonesia tersebut berupa wangi-wangian yang sering digunakan bangsawan Cina seperti kemenyan, kapur barus, kayu gaharu, dan kayu cendana. Para pedagang Cina juga membeli rempah-rempah, hasil kerajinan dan kulit binatang yang hanya terdapat di Indonesia.

Letak kepulauan Indonesia yang sangat strategis menyebabkan wilayah ini menjadi pusat lalu lintas dan perdagangan Asia. Dampak kedudukan Indonesia sebagai pusat lalu lintas pelayaran dan perdagangan Asia tersebu dapat dibagi menjadi dua, yaitu dampak ekonomis dan dampak kultural (kebudayaan). Dampak ekonomis ditujukan dengan perkembangan pelabuhan di wilayah pesisir Indonesia yang berlangsung pesat. Dampat kultural ditunjukan dengan masukknya agama dan kebudayaan Hindu – Buddha ke wilayah Indonesia.